Jumat, 04 Januari 2013

IBU HAMIL: Waspadai Datangnya Preeklampsia

Rasa cemas sempat dialami ibu muda, Sulystiani, 35, warga Nusukan, Banjarsari, Solo, saat tekanan darahnya tiba-tiba naik menjadi 140/90 mmHg sampai 150/90 mmHg.
Kecemasan Sulys cukup beralasan apalagi saat ini ia mengandung anak pertama. Ia mengaku tekanan darahnya mulai naik sejak usia kehamilannya memasuki bulan keenam dan tujuh.
“Di awal kehamilan tekanan darah saya normal 110/80 mmHg sampai 120/80 mmHg. Tapi ketika masuk bulan ke enam tensi tiba-tiba naik,” ujarnya ketika ditemui Espos, Sabtu (21/4).
Akibat tekanan darahnya naik, Sulys sering mengalami keram dan sulit tidur. Beberapa bagian tubuhnya juga mengalami bengkak seperti di area pipi, hidung dan tangan.
“Setelah diperiksa, perubahan fisik yang saya alami menurut dokter dinyatakan preeklampsia. Dampaknya mengganggu berat janin, harusnya sekarang sudah lebih dari satu kilogram tapi baru satu kilogram,” ujar Sulys.
Sejak dinyatakan mengalami preeklampsia, Sulys rajin menggali informasi termasuk browsing internet untuk mengetahui lebih banyak tentang penyakit tersebut.
Penyakit preeklampsia dalam dunia kedokteran bukan hal baru. Namun, penyakit karena keracunan kehamilan ini belum banyak diketahui orang termasuk ibu muda yang hamil.
Menurut dokter RS Kasih Ibu Solo, dr Erwin Gunawan SpOG, preeklamsia merupakan kumpulan gejala penyakit pada kehamilan. Penyakit ini muncul di saat kehamilan memasuki usia 20 pekan yang ditandai kenaikan tekanan darah atau hipertensi di atas 150/90 serta kelebihan jumlah protein pada air seni atau urine. Gejala lainnya oedema atau bengkak di seluruh tubuh.
“Tidak semua wanita hamil yang mengalami bengkak terkena preeklamsia. Umumnya gejala yang sering muncul pada ibu yang mengalami preeklamsia adalah hipertensi dan kelebihan protein di urine. Kalau sudah mengalami gejala itu ibu hamil harus lebih waspada,” terangnya ketika ditemui Espos, Selasa (24/4).
Patogenesis atau evolusi terjadinya preeklampsia secara umum ada dua tahap, yakni tahap asimtomatik yaitu para trimester pertama terjadi abnormalitas plasentasi. Tahap kedua yaitu simtomatis atau adanya iskemi plasenta pada tahap satu.
“Pemeriksaan sederhana darah dan rutin (Hb, Hct, jumlah trombosit, proteinuria) dapat untuk mendeteksi dini memprediksi memburuknya preeklampsia,” ujarnya.
Walaupun sering melakukan pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan kehamilan secara berkala, lanjut Erwin, hal tersebut tidak dapat mencegah terjadinya preeklampsia. Ibu hamil yang terdeteksi preeklampsia harus lebih sering melakukan pemeriksaan antenatal.
Menurut Erwin. hingga kini penyebab terjadinya preeklamsia belum diketahui secara pasti. Namun, jika tidak segera ditangani, penyakit tersebut dapat menyebabkan terjadinya eklampsia atau penyakit lanjutan dengan gejala yang sama namun disertai kejang tonik menyeluruh sebelum, selama persalinan dan nifas.
Erwin mengatakan ada beberapa indikator prediksi terjadinya preeklampsia lanjut di antaranya secara klinik dilihat dari tekanan darah dan edema. Sedangkan secara pertanda biokimia asam urat, proteinuria dan ekskresi kalsium urine, sementara secara hematologi diihat dari trombosit dan fibronektin.
“Jika sudah terjadi preeklampsia harus dilakukan tindak lanjut seperti pengendalian kejang, pengendalian tekanan darah hingga keadaan umum memungkinkan lakukan segera mungkin terminasi kehamilan,” katanya.

Literatur : *Download di sini* 

Baca juga yang lain :

Resep AYAM RICA-RICA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar